Catatan Harian Anne Frank, 'Holocaust', dan Kontroversi Sejarah
"Saya harus yakin diari ini tak
jatuh ke tangan orang lain..." "...Seberapa cocok hubungan ibu dan
ayah?...Perkawinan mereka bukan perkawinan ideal.... Ayah tidak
mencintai ibu. Dia mencium ibu seperti dia mencium kita (anak-anak). Dia
kadang menatap ibu dengan pandangan menggoda atau sebal, tapi bukan
dengan pandangan cinta. Sebaliknya terasa ibu mencintai ayah karena
tidak ada orang lain yang dia kasihi.... Sangat sulit melihat jenis
cinta yang saling tak berbalasan antarmereka..."
Demikian tutur Anne Frank dari kamar
persembunyian yang lembap, suatu sore pada tahun 1942. Yang pertama
adalah sebuah kalimat yang menyatakan bahwa catatan hariannya amat
pribadi, tertutup untuk orang lain. Yang kedua adalah kisah tentang
hubungan dingin kedua orang tuanya. Suasana ketegangan, ketakutan,
kebosanan dalam persembunyian keduanya ternyata tak kunjung mendekatkan
kedua orang tuanya untuk menjadi lebih mesra. Selama 50 tahun semenjak
catatan harian Anne terbit pertama kali pada tahun 1947, "rahasia" itu
tertutup rapat. Publik baru mengetahui dua tahun silam ketika petilan
kalimat tersebut muncul dalam koran Belanda, Het Parool. Maka, petikan
lembaran harian yang "hilang" itu segera mengundang kontroversi.
Kisah Anne Frank, gadis kecil
yang tewas akibat holocaust, adalah tragedi xenophobia. Sekeluarga
keturunan Yahudi menyembunyikan diri di sebuah gudang dari kejaran dan
penggerebekan tentara Jerman, tapi seseorang mengkhianati mereka. Di
kamp konsentrasi kemudian hanya Otto Frank, sang ayah, yang selamat.
Anne Frank dan kakak perempuannya, Margot, tewas tergerogoti tifus di
kamp konsentrasi Bergen-Belsen. Ibunya, Edith Frank Hollander, mati di
kamp konsentrasi Auschwitz. Namun, berkat renungan-renungannya, nama
Anne Frank tetap tertoreh abadi.
Setelah keluar dari kamp
konsentrasi, Otto Frank tak menyangka manuskrip catatan harian anaknya
terselamatkan. Tahun 1947, ia menerbitkannya. Sambutannya luar biasa
lantaran isinya yang mengharukan dan menggugah kemanusiaan. Hollywood
mengangkatnya ke layar perak tahun 1954. Catatan harian itu sendiri
menjadi diari paling terkenal di dunia. Melissa Gilbert pernah
memerankannya di layar perak. Petilan di atas adalah bagian dari dua
catatan (semuanya lima lembar halaman) yang selama ini tak pernah
diketahui. Kemunculannya tentu saja menghebohkan. Dari segi hak cipta
saja sudah mengundang perdebatan.
Segera setelah memuatnya, Het
Parool mendapat ancaman pengadilan dari Yayasan Anne Frank. Het Parool
memperoleh "sisa catatan harian" itu dari Cornelius Suijk, 77 tahun,
Direktur Internasional Anne Frank Center di Manhattan, sahabat Otto
Frank. Ternyata, sebelum Otto Frank meninggal pada usia 91 tahun di
tahun 1980, ia menyerahkan lima halaman manuskrip yang sengaja tak
disertakannya ketika ia menerbitkan catatan harian anaknya. Kepada
Suijk, Otto berpesan bahwa bila Fritzi, istri keduanya yang dinikahi
pada tahun 1953, sudah meninggal, Suijk boleh menyebarluaskan sisa lima
halaman catatan harian Anne. Saat dipublikasikan di Het Parool pada 1999
itu, Fritzi baru saja meninggal dunia.
Suijk mengklaim bahwa berkas itu miliknya yang sah, tapi Netherlands State Institute of Documentation for War
(NSIDW) menuding bahwa kepemilikan Suijk ilegal. Ia tak berhak atas
"sisa catatan harian" Anne Frank itu. NSIDW adalah lembaga yang
didirikan pada 1945, setelah Belanda terbebas dari Jerman. Lembaga ini
bertugas mengumpulkan pelbagai macam arsip tentang Perang Dunia II.
Mereka berusaha keras memperoleh naskah Anne Frank yang berada di tangan
Suijk, dengan menggunakan pengacara. Konon, Suijk meminta uang US$ 500
ribu, yang kemudian dipandang mengomersialkan catatan.
"Juni 1998, Suijk datang. Kami
sendiri sangat terkejut karena kami merasa telah menerbitkan edisi
lengkap surat-surat Anne Frank pada 1996," demikian tutur sejarawan
David Barnouw, 52 tahun, juru bicara dari Netherlands State Institute,
kepada TEMPO. Menurut Barnouw, setelah beberapa kali pihaknya
bernegosiasi dengan Suijk, akhirnya mereka bisa mencapai kemufakatan.
"Setelah satu tahun negosiasi, akhirnya surat itu dilimpahkan ke kami,"
kata Barnouw, lega. Sekarang pihak NSIDW telah menerbitkan edisi lengkap
catatan harian Anne Frank dengan lima halaman barunya. Sayangnya, edisi
tersebut masih terbit dalam bahasa Belanda. Edisi dalam bahasa Inggris,
apalagi bahasa Indonesia, tentu saja belum terbit.
Seberapa penting fakta baru dari
lima lembar catatan yang "hilang" itu? Penulis biografi Anne Frank dari
Austria, Melissa Muller, menilai bahwa dengan menyensor lima lembar
itu, berarti Otto Frank mengkhianati istri dan anaknya. Otto ternyata
mencintai wanita lain sebelum menikah dengan ibu Anne. Itu yang membuat
perlakuannya terhadap Edith, istrinya yang terpelajar, begitu kaku, tak
romantis, dan penuh kepura-puraan. Saat akan menerbitkan catatan harian
anaknya, ia kaget bahwa sang anak mencatat hal itu dalam
tulisan-tulisannya. Maka, ia melakukan penyensoran untuk menutupi
semuanya itu.
Muller juga memancing diskusi
tentang etis-tidaknya Otto Frank menerbitkan catatan harian itu, karena
sesungguhnya sang anak tak mau buku ini disentuh oleh siapa pun. Catatan
harian adalah dunia pribadi. Menurut Muller, sebetulnya Anne Frank
merencanakan catatan hariannya sebagai bahan mentah untuk membuat novel
setelah perang usai. Tapi pendapat itu dibantah oleh David Barnouw.
"Sebetulnya dua surat itu sama sekali tak mempengaruhi isi surat
lainnya. Tidak mungkin Otto Frank memanipulasi surat anaknya. Dia kan
bukan mahasiswa sastra," demikian kata Barnouw.
Lepas dari soal "teks baru" itu, kasus
ini mengembalikan ingatan bahwa pernah terjadi polemik tentang
keautentikan naskah Anne Frank. Itu lantaran dalam "proses perjalanan"
catatan harian itu menjadi buku yang diterbitkan, ternyata buku harian
itu harus melalui tiga versi. Awalnya adalah ulang tahun Anne ke-13 (12
Juni 1942). Anne diberi kado sebuah buku catatan harian bersampul merah.
Saat Nazi, pada Juli 1942, mulai mengadakan pembersihan orang Yahudi,
keluarga Frank mulai bersembunyi di rumah bagian belakang (Achterhuis),
suatu gudang kosong di belakang kantor Otto Frank di Jalan
Prinsengracht 263. Di samping keluarga Frank, beberapa sahabat juga ikut
bersembunyi, yakni Herman van Pels, Auguste van Pels, Peter van Pels,
dan seorang dokter gigi, Fritz Pfeffer.
Untuk beberapa lama, tak ada
yang tahu bahwa mereka bersembunyi di situ, kecuali empat pegawai Frank:
Miep Gies, Johannes Kleiman, Victor Kugler, Bep Voskuijl. Mereka dengan
setia setiap hari mengirim sayur-sayuran dan bahan makanan.
Minggu-minggu pertama dalam persembunyiannya, Anne sulit menulis apa pun
di catatan hariannya. Barulah pada akhir September 1942, setelah
membaca buku favoritnya, Joop ter Heul karangan Cissy van Maxvalds, yang
bentuknya merupakan narasi surat-menyurat, Anne Frank mulai menulis
surat imajiner kepada seorang sahabatnya (yang dibayangkan) bernama
Kitty. Era ini, tulisan Anne Frank masih sangat anak-anak, penuh
lelucon.
Akhir 1942, diari merah itu
sudah penuh terisi. Anne terpaksa menulis di buku tulis, buku kas tua,
dan lembaran-lembaran kertas kosong. Menginjak tahun 1943, catatan
harian Anne lebih bersifat introspektif. Ia mulai mencatat hal-hal di
sekeliling, kegiatan rutin sehari-hari. Ia mulai mendeskripsikan
harapan-harapan dan kecemasan-kecemasannya. Pada Mei 1944, ia menyalin
catatan hariannya itu ke buku lain. Pada titik ini dia rupanya sudah
memiliki semacam keinginan bahwa kelak catatan hariannya itu akan
menjadi materi sebuah novel atau apa. Penulisan kembali ini penuh
revisi.
Ia menghilangkan beberapa yang
tak disukainya. Saat melakukan penyuntingan ini, Anne banyak membaca
buku-buku biografi yang disuplai secara sembunyi oleh para pembantunya.
Setiap Sabtu, Miep Gies membawakan buku dari perpustakaan. "Kami selalu
menunggu-nunggu hari Sabtu, seperti anak yang menunggu kado. Orang-orang
yang hidup normal tak akan memahami apa arti buku bagi orang yang hidup
terkurung. Membaca, mendengarkan radio, adalah hiburan bagi kami
semua," demikian ditulis Anne Frank. Tampaknya dalam penyuntingannya
Anne ingin membuang hal-hal yang dianggapnya berbau "kencur". Misalnya,
di catatan harian yang asli ada tulisannya mengenai menstruasi. Si kecil
ini menulis betapa ia merindukan menstruasi pertamanya.
Di bagian lain, ia menulis soal
buah dadanya, yang mulai merepotkan dan membuatnya bingung bila tidur
malam. Atau, bagaimana ia begitu tergila-gila pada Peter van Pels,
remaja putra keluarga Pels. Juga di situ ada cerita-cerita fiksi yang
dipersembahkan ke mamanya, misalnya yang berjudul "Guardian Angel". Saat
penulisan ulang, itu semua tak diikutsertakan. Ia menghapusnya sendiri.
Alhasil, buku harian kedua menampilkan sosok Anne yang independen dari
orang tuanya dan Peter van Pels, cowok yang sering dianggap
melindunginya. Sayangnya, sebelum semua itu selesai disalin, mereka
telah tertangkap.
Tapi saat tentara Nazi
mengobrak-abrik tempat persembunyian mereka, sebisanya catatan-catatan
harian ini diselamatkan oleh sang pembantu, Miep Gies dan Bep Voskuijl.
Tentunya tak bisa semuanya. Beberapa kertas tak sempat dibawa. Semua
yang selamat inilah yang diserahkan kepada Otto Frank. Otto Frank
menyeleksi naskah-naskah anaknya. Ia menggabungkan buku pertama dengan
buku kedua anaknya. Soal menstruasi dan soal buah dada, yang oleh
anaknya sendiri disensor di bagian kedua, misalnya, kemudian dimasukkan
kembali oleh Otto dalam buku yang akan diterbitkan. Karena itu, para
pengkaji catatan harian Anne Frank mengenal ada tiga versi diari Anne.
Bagian pertama, versi asli (buku
pertama), lazim oleh sejarawan disebuat Versi A. Bagian kedua, buku
yang disalin kembali oleh Anne Frank, disebut Versi B. Dan catatan
harian Anne Frank yang dihimpun Otto Frank disebut sebagai Versi C.
Akibatnya, lahirlah pelbagai studi serius atas perjalanan teks tulisan
dari Versi A ke Versi B ke Versi C. Karenanya, sejak 1950-an timbul
polemik atas orisinalitas catatan harian Anne Frank yang tak jarang
membawa problem ini ke meja hijau. Seorang guru Jerman bernama L.
Stielau pada tahun 1958,
misalnya, menulis bahwa selama ini catatan harian Anne Frank yang kita
kenal adalah catatan palsu. Pada 1959, Otto Frank mengajukannya ke
pengadilan Lubeck. Pengadilan memenangkan Otto bahwa diari itu asli.
Beberapa ekstremis kanan Jerman yang masih terpukau pada Hitler juga
berusaha gencar mempropagandakan bahwa buku Anne Frank adalah fiksi
semata dan menuduhnya sebagai taktik Yahudi meraih simpati.
Tapi mereka juga tersuruk di
pengadilan. Begitu seringnya terjadi polemik atas buku harian ini
sehingga The German Criminal Court Laboratory pernah memeriksa jenis
kertas dan jenis tinta pada manuskrip asli memoar Anne Frank untuk
mengetahui apakah seluruh perangkat itu memang berasal dari masa perang
atau tidak. Menanggapi semua itu, Robert Rozett, Direktur Perpustakaan
Museum Yad Vashem yang ditemui TEMPO di Yerusalem, Israel, beranggapan
bahwa penulisan sejarah memang tidak bisa 100 persen lengkap.
Soal sunting-menyunting yang
menghebohkan itu ia anggap wajar. "Kapan pun seseorang menulis, mereka
selalu melakukan self editing (penyuntingan sendiri-Red.)," ujar Rozett.
"Itu tidak berarti mereka berbohong. Memang benar bahwa beberapa
halaman catatan harian Anne Frank tidak diterbitkan sesuai dengan
aslinya. Tapi itu tidak berarti isi buku harian itu bohong. Itu semua
tidak mengubah cerita utama Anne Frank. Bagaimana pandangan Rozett,
misalnya, atas tulisan orang semacam Robert Farisson? Farisson adalah
ahli sastra Universitas Lyon yang selama ini dikenal sebagai orang yang
paling tidak percaya pada fakta holocaust.
Ia menampik segala info tentang
pembunuhan massal Yahudi sebagai sesuatu yang terencana, termasuk
novel-novel Ellie Wessel (sudah diterjemahkan di Indonesia menjadi Malam
dan Fajar), yang disanggahnya habis-habisan. Ia menyimpulkan bahwa
catatan harian Anne Frank merupakan "cock-and-bull story" alias
cerita yang banyak ngecapnya. Untuk mendukung tesisnya ini ia sampai
mewawancarai Otto Frank beserta bekas pembantu-pembantunya yang masih
hidup.
Farisson, dalam makalahnya yang nyinyir berjudul Is the Diary of Anne Frank Genuine?,
secara teliti membeberkan kontradiksi-kontradiksi internal dalam teks
Anne Frank. Baginya, amat tak masuk akal keluarga Frank dapat
bersembunyi di belakang rumah Prinsengracht 263 selama 25 bulan tanpa
sama sekali diketahui oleh tetangga. Misalnya, ia banyak melihat
kejanggalan-kejanggalan yang berhubungan dengan suara. Di suatu bagian,
misalnya, Anne menulis bahwa dinding-dinding terlalu tipis sehingga bila
batuk pun keluarganya harus berhati-hati agar tidak ketahuan orang.
Tapi, di bagian lain, Anne
menulis bahwa di dalam persembunyian itu Nyonya Van Daan (panggilan Anne
untuk Augeste van Pels) memiliki kebiasaan di siang hari membersihkan
lantai dengan vacuum cleaner. Ini sangat mustahil karena vacuum cleaner
kala itu amat keras bunyinya. "Juga, bagaimana mungkin suara radio yang
selalu didengar keluarga tak mencurigakan orang?" demikian tanya
Farisson. Banyak hal-hal kecil lain yang disoroti Farisson. Misalnya,
bagaimana saat rumah Prinsengracht 263 mau dibeli.
Sang pembeli memeriksa seluruh
bagian rumah di depan, tapi ia sama sekali tidak mau ke bagian belakang.
"Itu tak masuk akal," katanya. Lalu, bagaimana keluarga itu dipasok
makanan oleh pembantu-pembantunya dari luar? Bila masak juga ada asap
yang keluar dari atap rumah. Sungguh mustahil jika penduduk sekitarnya
tak curiga. Farisson mengaku sempat mewawancarai Miep Gies. Dan menurut
dia, jawaban-jawaban Gies meragukan. Wanita tua itu sama sekali tak
terlihat bahwa selama dua tahun peristiwa itu ia berada daerah itu.
Menurut Farisson, ia sama sekali
tidak tahu detail ruang persembunyian keluarga Frank. Padahal, dalam
catatan hariannya, Anne selalu menyebut keakraban Gies dengan
keluarganya. Otto Frank sendiri ketika ditanya Farisson menjawab,
seperti penulis catatan harian lain, anaknya mungkin berlebih-lebihan
dalam satu hal, tetapi "berlebihannya" itu tentu secara umum. Reputasi
Farisson sendiri di mata para ahli holocaust diragukan.
"Dia dianggap tidak serius oleh
kalangan ahli. Selalu ada ruang untuk sebuah diskusi akademik. Tetapi
Farisson jauh di luar batas dari semua hal akademik yang serius,"
komentar Rozett kepada TEMPO. David Barnouw menyetujui pendapat itu.
Bila di sana-sini di catatan harian Anne Frank ada kontradiksi, itu
sudah seperti watak anak gadis kecil mana pun yang tentu memiliki mood
mudah berubah-maklum, usia 13 tahun adalah usia pubertas. Barnouw juga
tak yakin tentang klaim Farisson yang mengaku sudah melakukan studi
interteks antara naskah-naskah Anne.
"Farisson tidak bisa berbahasa
Belanda. Soal ia menyebut banyak suara ribut-ribut dari tempat
persembunyian Anne, sesungguhnya yang ribut adalah Westertoten, gereja
di dekat persembunyian," kata David Barnouw. Bagaimanapun, si kecil Anne
Frank sudah pergi. Dalam kesakitan, dalam penderitaan. Dan ada ratusan
anak kecil yang bernasib seperti Anne Frank. Di Museum Yad Vashem,
Israel, bisa dilihat data-data untuk itu (lihat: Kisah Anak-Anak dalam
Gelap). Itu bukti kekejaman yang tak bisa dibantah lagi. Menyembunyikan
fakta holocaust, seperti Robert Farisson, merupakan pembohongan.
"Orang bisa melihat dengan sudut
pandang yang berbeda-beda atas Anne Frank. Tapi Anne Frank,
bagaimanapun, adalah simbol diskriminasi hak asasi manusia," kata
Geeskelien Wolters, Direktur Erasmus Huis Jakarta. Di surga, Anne Frank
mungkin menggenggam catatan hariannya sambil masih meneteskan air mata
karena xenophobia dan rasialisme belum luntur bahkan sampai kini. Di
mana-mana di belahan bumi, juga di Indonesia. Karena itu, kisah pedih
Anne Frank adalah sejarah untuk masa kini.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !